Jumat, 11 April 2014

Cerita Pendek Sang Kera dan Si Kura - Kura

Kera dan kura-kura

Dikisahkan ada seorang yang bernama Pan Ketumpit, pekerjaanya sehari-hari memasang bubu atau perangkap ikan di sungai.
Pada suatu hari menjelang petang hari Pan Ketumpit seperti biasa sibuk memikuli bubunya ke sungai. Setelah selesai memasang bubunya, sewaktu pulang, dia biasa mencari bahan sayur dan esok harinya ketika bubunya diperiksa tampak sepertinya ada orang yang telah mengangkat. Ketika bubunya diangkat memang kosong, ikan sekecil tetesan air sekalipun tidak ada. Sore nantinya kembali bubunya dipasang. Pan Ketumpit marah sekali namun di bubunya dipasang lagi kemudian bersembunyi di semak yang ada di sampingnya.
            Sekitar dua kali kunyahan sirih lamanya, datanglah sang kera yang bernama si Lutung berlenggang seakan tidak memperhitungkan bahaya. Si Lutung mendekati bubu Pan Ketumpit. Dia menoleh ke kiri-kanan memperhatikan bubu yang berisi ikan ada juga berisi udang, itulah yang diambilnya.
            Sewaktu si Lutung merunduk merogohi bubu tiba-tiba ia ditangkap, dengan  batang lehernya dicekik oleh Pan Ketumpit, pada waktu itu si Lutung menyeringai menampakkan giginya karena kesakitan.
            “Inilah dia yang mencuri bubuku setiap hari. Rasakan olehmu sekarang. Tumben aku mendapat keberuntungan, menangkap ikan memperoleh monyet”.
            Kemudian dijinjing Si Lutung oleh Pan Ketumpit dibawa ke rumahnya. Lantas si Lutung dikurung di dalam keranjang. Kemudian Pan Ketumpit sibuk mengasah pisau, dan anaknya disuruh meracik bumbu untuk memasak daging si Lutung. Ketika si Lutung melihat Pan Ketumpit yang sedang mengasah pisau, berkatalah dia dari dalam keranjang.
            “Pak Wayan akan diapakan saya sekarang?”.
            Pan Ketumpit menjawab “akan kubunuh untuk dimasak, pisauku ini akan dipakai memenggal lehermu. Dosamu berat, tunggulah sebentar lagi, tak urung lama kamu akan mampus”.
            Si Lutung lantas berkata lagi sambil memikul pahanya “Aduh, Pak Wayan, bila dari tadi Bapak katakan  seperti demikian kepada saya, tentulah Bapak tidak usah bersusah-payah seperti sekarang. Saya sudah siap mati, bila karena tindakan saya yang demikian menyebabkan jalan saya untuk mati. Sekarang saya akan beritahukan kepada Bapak cara saya mati. Bungkus saya dengan ijuk, leher saya digantungi dengan sesisir pisang, pinggang saya digantungi kue bantal sepuluh biji, dan gantung saya di pintu dengan tali pelepah pisang kering, kemudian dibakar, kulit saya akan empuk, daging saya akan lezat, tidak perlu bumbu lagi, pasti lezat. Bila Bapak tidak percaya dan tidak mengindahkan penuturan saya ini, meski saya sudah pasti mati, daging saya akan pahit, tidak akan mampu memakannya”. Demikian tutur si Lutung.
            Pak Ketumpit  memahaminya, lantas membungkus si lutung dengan ijuk, lehernya digantungi pisang sesisir digantung di pintu dan dibakar. Apinya berkobar menjilati rumah Pak Ketumpit, si Lutung cepat-cepat melompat ke sungai menceburkan diri. Pak Ketumpit berteriak minta tolong, warga desa banyak yang datang. Api semakin membesar, dan pada akhirnya habislah rumah Pak Ketumpit terbakar. Lama-kelamaan Pak Ketumpit dijadikan guyonan karena dia dikalahkan oleh seekor monyet lusuh.
            Dikisahkan sekarang si Lutung sudah naik dari sungai, lantas dia berjemur di atas kayu sambil makan pisang dan kue bantal. Setelah kenyang lantas kuenya dibagikan kepada tangan dan kakinya sebagai upah karena kuat berlari.
            “Ini upah bagi tangan, dan ini upah bagi kaki”.
            Diikatlah kue itu di kaki dan tangannya. Di bawah kayu konon ada seekor kura - kura yang bernama si Kakua. Ketika dia melihat ada kue bantal tergantung, maka dimakanlah kue itu. Ketika si Lutung melihat kuenya habis, disangkanya kakinya yang memakan, lantas dia berkata :
            “Wah kuat sekali kakiku makan, ini kuberi lagi sebuah”.
            Diikatkan kembali kue pada kakinya. Dan kembali kue itu dimakan oleh si Kakua. Ketika dilihat oleh Si Lutung kuenya habis berkatalah Si Lutung.
            “Mengapa kuat sekali kakiku makan kue? Baiklah, terimalah kulit-kulitnya saja” diikatkanlah pembungkus kue itu pada kakinya. Karena terlalu tergesa-gesa ingin makan si Kakua, maka ditarik-tariklah kue itu kulit kue itu karena disangka kulit itu berisi kue.
            “Hai, mengapa ada yang menarik-narik kulit kuenya?”. Demikian ujar si Lutung, sambil memeriksa ke bawah kayu. Ketahuanlah si Kakua maka ditariklah kakinya oleh si Lutung ke pinggir.
            “Mengapa kamu menarik-narik kakiku? Pastilah kamu yang memakan kue untuk kakiku.
            Si Kakua menjawab “Tidak, bila aku berkeinginan tentulah aku minta dengan baik-baik kepadamu”.
            “Bukankah kamu yang memakan kuenya? Hampir saja kamu kubanting. Ini kamu kuberi  satu buah”.
            Diberilah si Kakua sebuah kue yang diambil dari tangannya. Setelah merasa kenyang si Kakua bernyanyi :
            “Si Kakua di bawah kayu si Lutung di atas kayu, si Kakua kemaluannya panjang si Lutung kemaluannya layu. Si Kakua makan kue bantal si Lutung makan pisang”. Demikian terus-menerus nyanyiannya.
            Dengan demikian Si Lutung marah karena dia dinyanyikan. Tak pelak dia memandang si Kakua demikian juga si Kakua membalasnya. Karena merasa dirinya akan kalah si Kakua mengajak saling ikat. Si Kakua berkata, “Lutung kalau kamu memang berani dan kuat maukah kamu bergantian diikat? Biarlah aku yang pertama diikat”. Si Lutung menerima tantangan ini. Si Lutung mencari tanaman rambat (rotan) yang kenyal.
            Si Lutung bersorak “Sekarang saatnya kuikat Si Kakua. Nah serahkan dirimu”.  Si Kakua menyerahkan dirinya untuk diikat. Ketika diikat dengan kencang ikatan si Kakua lepas, sehingga habislah tenaga si Lutung, dan dia tidak bisa mengikat si Kakua. Tibalah giliran Si Lutung untuk diikat.
            “Kalau memang kamu berani mari sekarang aku ikat badanmu”. Ucap Si Kakua. Maka diikatlah si Lutung dengan kencangnya. Sampai-sampai meringis kesakitan dan tidak bisa bergerak.
            Setelah selesai mengikat berkatalah si Kakua “Kamu Lutung diamlah di sini, sambil pikirkan dirimu karena aku pergi mencari tukang potong untuk menyembelihmu karena dari dulu aku sudah menginginkan daging Lutung, sekarang sudah kudapatkan”
            Pergilah si Kakua mencari tukang potong. Pada saat itu datanglah si Rayap (tatani) mendekati si Lutung. Pada saat itu berkatalah si Lutung.
            “Hai Rayap bantu aku melepaskan ikatan ini, ajaklah teman-temanmu, nanti aku akan beri hadiah pohon yang sudah lapuk, selain itu tidak ada salahnya kamu membantu orang yang dalam kesulitan semoga nanti Tuhan yang akan membalas kebaikan budimu”. Demikian kata si Lutung dengan memelas.
            Maka bergegaslah si Rayap memanggil teman-temannya dan selanjutnya memakan tali yang mengikat si Lutung sampai putus. Pada saat yang bersamaan dikumpulkanlah si Rayap dengan teman-temannya semua yang membantu. Si Rayap mengira akan diberi hadiah, namun yang terjadi malah diambillah para Rayap yang sudah berkumpul dan dimakannya. Namun demikian ada beberapa yang bisa meloloskan diri dari si Lutung.
            Dikisahkanlah sekarang perjalanan si Kakua yang mencari tukang potong. Di perjalanan bertemulah dia dengan si Macan. Si Kakua berkata “Hai macan dari tadi aku mencari tukang potong untuk menyembelih si Lutung, maukah kamu membunuh si Lutung? Kalau mau mari kita bersama ke pinggir hutan selatan, agar lebih cepat gendonglah aku ke sana”.
            Maka berangkatlah keduanya menuju tempat si Lutung diikat. Namun sesampainya di sana didapatkan si Lutung sudah tidak ada. Berfikirlah si Kakua dan berkata
            “Hai Macan sudah lewat, kita balik ke utara lagi”.
            Sesampai di utara si Macan bertanya “Di mana si Lutung?”
            Dijawab lagi oleh Si Kakua “Di sini di sebelah timur dan lebih cepatlah kamu berlari”
            Ketika Si Macan mempercepat larinya maka melompatlah Si Kakua lalu bersembunyi di bawah tempurung kelapa. Setelah jauh si Macan berlari, barulah dia sadar bahwa si Kakua sudah tidak ada. Pada saat itu si Macan sangat marah karena merasa dibohongi, dicari-carilah si Kakua oleh si Macan.
            Singkat cerita, si Lutung berjalan mencari si Kakua, karena kelelahan dia beristirahat menduduki sebuah tempurung  kelapa, padahal di bawahnya ada si Kakua bersembunyi. Pada saat berfikir dengan kejadian sebelumnya maka batuklah si Lutung, dengan kesal dia berkata “Ini mulut tidak tahu diajak menyelidiki, tidak bisa diam, bila di dekat sini ada si Kakua maka dia pasti akan cepat pergi”. Plak!! ditamparlah mulutnya sendiri.
            Si Kakua mengetahui kalau musuhnya berada di atas tempurung tersebut dan si Kakua mempunyai ide yaitu akan bersuara agar dikira buah pelirnya yang bersuara. Bersuaralah Si Kakua.
            “krotkot-kot-kot”.
            Ketika didengar oleh si Lutung, disangkanya buah pelirnya yang bersuara. Dia sangat marah dan mengambil batu untuk memukul buah pelirnya. Si Lutung berkata “Kok sekarang buah pelir yang ribut, tadi mulut yang ribut, bergantian, baiklah rasakan dirimu”.
            Maka dipukulah buah pelirnya sampai pecah dan akhirnya si Lutung tewas.
            Melihat si Lutung mati, si Kakua keluar berkeinginan membawa bangkai si Lutung kepada si Macan agar tidak marah. Tetapi ketika baru berjalan beberapa langkah tiba-tiba datang si Macan dari belakang dan menyergapnya, sambil berkata
            “Nah sekarang rasakan, aku beruntung makan Kura-kura dan Monyet”.
            Si Kakua tidak dapat melawan dan akhirnya mati.
Sekianlah cerita Si Lutung dengan Kakua.

****
Jahat diperbuat akan menerima buah atau hasil yang tidak baik
****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar